Cabut atau Revisi SE KPU soal Petahana
JAKARTA – Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum (SE KPU) Nomor 302/KPU/VI/2015 yang memuat definisi petahana menjadi bahasan yang pelik dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu, hari ini (24/6). Komisi II menawarkan alternatif kepada KPU untuk mencabut atau merevisi SE demi mencegah terjadinya praktik politik dinasti.
"SE KPU tidak sesuai dengan pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015," kata anggota Komisi II Arteria Dahlan.
Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 menyatakan bahwa WNI yang dapat menjadi calon kepala daerah adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Penjelasannya, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana. Kecuali, telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
"Jadi, agar tidak disebut petahana maka kepada daerah harus jeda satu kali periode dulu seperti yang tertuang dalam UU yang menangani tentang petahana," kata anggota Komisi II Sirmadji.
Anggota Komisi II Muhammad Arwani Thomafi mengusulkan agar pemerintah menolak atau tidak menerbitkan surat keputusan pemberhentian pada kepala daerah yang terindikasi ingin melanggengkan politik dinasti. "Atau, meminta parpol untuk tidak merekomendasikan calon-calon kepala daerah yang terindikasi ingin melanggengkan politik dinasti," jelas politikus PPP itu.
Related
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, jika menginginkan penjelasan SE lebih diperjelas, maka harus mengerucutkan pengertian petahana. "Jadi, tidak hanya mengikat saat dia menjabat, namun juga satu periode setelah menjabat," ujarnya. Mengenai revisi PKPU, lanjut dia, perlu konsultasi lagi dengan DPR dan pemerintah. (Rehdian Khartika/fal)
from jawapos.com rss http://bit.ly/1LBCobb
via IFTTT