Wapres Kritik Modus Petahana Lepas Jabatan

JAKARTA – Upaya para petahana untuk meloloskan keluarga sebagai calon kepala daerah dengan cara melepas jabatan mendapat kritik dari Wapres Jusuf Kalla (JK). Tindakan lari dari bertanggung jawab itu harus dicegah oleh pemerintah dengan tidak asal mengabulkan permohonan mundur.

JK menyayangkan aksi beberapa kepala daerah yang mengundurkan diri sebelum masa jabatannya selesai. Mantan ketua umum Partai Golkar itu mengendus motif tersembunyi di balik keputusan tersebut. ’’Mereka minta amanah rakyat, sudah dikasih (dipilih, Red), jangan mundur di tengah jalan lah,’’ ujarnya di Kantor Wakil Presiden Jumat (19/6).

Setidaknya sudah ada empat kepala daerah yang mengundurkan diri. Mereka adalah Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, Bupati Kutai Timur Isran Noor, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang.

Salah satu alasan para kepala daerah itu mengundurkan diri ialah melapangkan jalan keluarga untuk maju dalam pilkada mendatang. Sebab, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menyebutkan bahwa calon kepala/wakil kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Selain itu, JK juga menyatakan bahwa alasan para kepala daerah itu bisa juga menyiasati aturan dua kali masa jabatan. Menurut dia, masih ada yang berpikir bahwa kepala daerah yang mengundurkan diri dua bulan sebelum masa jabatannya berakhir tidak dianggap menjalani dua kali masa jabatan. Dengan begitu, mereka bisa mencalonkan lagi pada pilkada berikutnya. ’’Padahal, kalau sudah menjabat lebih dari setengah masa jabatan (2,5 tahun), itu sudah dihitung satu kali masa jabatan,’’ katanya.

Related

Karena itu, JK memastikan bahwa pemerintah akan selektif dan tidak sembarangan memberikan lampu hijau kepada kepala daerah yang mengundurkan diri. Menurut dia, pengunduran diri kepala daerah membutuhkan persetujuan pemerintah pusat, dalam hal ini menteri dalam negeri maupun presiden. ’’Apakah diizinkan oleh pemerintah, belum tentu dong,’’ ucapnya.

Sementara itu, KPU mengungkapkan bahwa mundurnya petahana untuk memuluskan keluarga sudah tidak mungkin dibendung. Kini KPU hanya mengharapkan kebijakan Mendagri agar para petahana tidak mencari-cari celah hukum. Caranya, menunda SK penetapan pemberhentian kepala daerah tersebut.

Saat mendaftar, calon kepala daerah akan diverifikasi ada tidaknya konflik kepentingan dengan kepala daerah yang sedang menjabat. Apabila mengundurkan diri, petahana itu harus melampirkan SK dari Mendagri (untuk bupati dan wali kota) atau presiden (untuk gubernur). Tanpa SK tersebut, dia masih dianggap petahana sehingga keluarganya tidak bisa diterima mendaftar sebagai calon kada.

Komisioner KPU Arief Budiman menjelaskan, pihaknya mengharapkan Mendagri bijaksana dalam menyikapi permohonan petahana mengundurkan diri saat tahapan pilkada berjalan. Mendagri diharapkan bisa menunda turunnya SK pemberhentian tersebut. ’’Kalau SK-nya terbit saat masa pencalonan selesai, selesai pula persoalan ini,’’ tuturnya setelah salat Jumat di kompleks KPU.

Waktu yang dimaksud KPU adalah setelah 24 Agustus atau sesudah tahap penetapan pasangan calon kepala daerah. ’’Artinya, saat masa pendaftaran pasangan calon, dia masih berstatus petahana,’’ lanjut mantan anggota KPU Jatim itu. Dengan demikian, keluarga petahana tetap tidak bisa lolos menjadi calon kepala daerah karena masih memiliki konflik kepentingan dengan petahana. (byu/c4/fat)



from jawapos.com rss http://bit.ly/1GXti8M
via IFTTT

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel